Syafii Maarif: Presiden Jokowi Bilang, "Saya Enggak Butuh Popularitas"
Selasa, 18 Juli 2017
Edit
BACA JUGA:
Gabedo.com - Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menjadi sorotan
karena sejumlah kebijakannya menuai kontroversi publik.
Salah satu yang paling 'gaduh' adalah diterbitkannya Perppu
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pemerintah bersikeras bahwa Perppu itu untuk menjaga
ideologi Pancasila dan persatuan bangsa.
Sementara, ada yang menilai bahwa Perppu tersebut rentan
akan penyalahgunaan kekuasaan.
Presiden Joko Widodo sendiri menyadari kegaduhan tersebut
berpotensi menurunkan popularitasnya.
Hal itu diungkapkan Jokowi saat berbincang dari hati ke hati
dengan Buya Syafii Maarif di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/7/2017)
kemarin.
"Saya tanya (ke Presiden), orang kan bertanya ke
Presiden, nanti popularitas Bapak bagaimana? (karena kebijakan Perppu 2/2017).
Jokowi menjawab, 'Saya enggak perlu popularitas. Yang penting rakyat, bangsa
dan negara'" ujar Buya menirukan pernyataan Jokowi.
"Saya bilang, Bapak berani sekali? Beliau diam saja.
Jadi ya, orang kurus begitu berani juga ternyata," lanjut Buya.
Buya yang merupakan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah,
setuju dengan langkah pemerintah menerbitkan Perppu 2/2017.
Menurut dia, ideologi Pancasila memang tengah terancam oleh
kelompok-kelompok yang membawa gagasan primordial.
Oleh sebab itu, negara harus turun tangan.
Salah satu contoh kelompok yang mengancam Pancasila, menurut
dia, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Meski ada kritik apa perlu Perppu atau cukup
pengadilan, ada juga yang bilang nyamuk kok ditembak bazoka, tapi saya tetap
dukung (Perppu 2/2017). Anda semua silakan lihat dokumen tertulis HTI. Lihat,
baca, apa yang mau mereka lakukan di Indonesia ini. Walaupun omong kosong,
utopia, tapi ya itu rencananya," ujar Buya.
Politik tidak sehat
Lebih jauh, Buya Syafii berpendapat, kegaduhan sebenarnya
bukan berasal dari kepentingan rakyat yang terusik dengan Perppu.
Sadar atau tidak sadar, kegaduhan diciptakan oleh
lawan-lawan politik Jokowi.
"Ini sudah saling menggoreng. Suasana politik kita ini
tidak beradab. Fitnah, bohong, macam-macam. Syahwat kekuasaan susah dibendung,
tapi beban dan nasib bangsa siapa yang mikirin?" ujar Buya.
"Suasana yang tidak sehat, politik yang tuna martabat
ini juga membutuhkan para petarung. Bukan saja Presiden, namun juga
menteri-menteri, dirjen-dirjen, harus menerjemahkan itu," lanjut dia.
Ia mengapresiasi Jokowi yang tampil tanpa beban, 'nothing to
loose'.
"Jokowi enggak peduli itu 2019 segala macam. Kata dia,
'Menurut saya yang penting negara dan bangsa ini, Bapak'. Dia enggak punya
beban apa-apa," ujar Buya.
