Kasusnya Dibandingkan dengan Novanto, Akbar: Beda Sekali


BACA JUGA:



Gabedo.com - Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar Akbar Tandjung bicara soal kasus yang membelit Setya Novanto dengan perkara yang dulu sempat menjeratnya. Menurut Akbar, 2 hal itu merupakan hal yang berbeda.

Awalnya, Ketua Harian DPP Golkar Nurdin Halid membandingkan kasus Novanto dengan Akbar terkait sikap Golkar yang belum menyiapkan pengganti Novanto di posisi Ketua Umum Golkar. Menurut Nurdin, 2 peristiwa antara Novanto dan Akbar adalah sama. Bagaimana kata Akbar?

"Ya saya kira kaitannya dengan penghormatan terhadap proses hukum, tidak ada berubah, prinsip praduga tak bersalah," kata Akbar di kediamannya di Jalan Purnawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (23/7/2017).

Namun, menurut Akbar, dari segi kasus antara Novanto dengannya berbeda. Apalagi, lanjut Akbar, berkaitan dengan dugaan dana yang dikorupsi.

"Tapi kalau dilihat dari segi kasusnya, tentu berbeda, sangat berbeda. Apalagi dikaitkan dengan volume dana yang diduga terjadi suatu tindak pidana korupsi yaitu Rp 5,9 triliun biaya APBN untuk e-KTP dan Rp 2,3 triliun kerugian negara," kata Akbar.

"Kalau saya, peristiwa saya Rp 40 miliar terkait dengan program mengenai pemberian sembako kepada rakyat. Pemberian sembako itu dilakukan oleh yayasan, di mana yayasan itu juga mendapat rekomendasi dari pemerintah melalui pejabat menteri untuk diberi kesempatan pada mereka. Di situlah terjadi penyimpangan," ujar Akbar menambahkan.

Akbar pun menegaskan bila dia tak terkait dengan Rp 40 miliar itu. Meski sempat dijadikan tersangka dan ditahan, Akbar bebas di tingkat kasasi.

"Jadi kan beda sekali. Dan di situ secara pribadi saya tidak ada kaitannya soal Rp 40 miliar itu karena yang melaksanakan pembagian sembako itu adalah yayasan. Jadi ya sangat berbedalah," kata Akbar.

Terkait dengan kasus yang menjerat Novanto, Akbar menyebut proses hukum haruslah dihormati. Namun demikian, dia mengatakan bila aspirasi publik harus dijaga agar partai tidak menerima akibatnya.

"Ya kalau kita lihat dalam konteks prasangka tak bersalah, kita harus menghormati. Tapi kita juga harus mendengar, menyerap aspirasi publik antara lain dengan berbagai survei. Kalau kita lihat semakin lama surveinya semakin turun, apa kita biarkan? Saya termasuk yang tidak membiarkan, kita harus mengambil langkah-langkah supaya tren menurun itu tidak terus berjalan. Kalau tren turun itu terus berjalan ya bisa jadi di bawah threshold," kata Akbar.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel