Golkar Bantah 'Presidential Threshold' 20 Persen untuk Jegal Prabowo
Senin, 17 Juli 2017
Edit
BACA JUGA:
Gabedo.com - Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Rambe
Kamarul Zaman membantah jika angka ambang batas pencalonan presiden
(presidential threshold) dipakai untuk menjegal pihak-pihak tertentu yang mau
mencalonkan diri pada pemilu presiden 2019.
Golkar bersama sejumlah partai pendukung pemerintah bersikap
tidak ingin mengubah presidential threshold, yaitu 20 persen perolehan kursi
atau 25 persen perolehan suara nasional.
Syarat itu juga didorong pemerintah dalam revisi UU Pemilu.
"Enggak ada aturan dibuat untuk menjegal hak
orang," kata Rambe di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin
(17/7/2017).
Rambe menjelaskan, angka presidential threshold 20-25 persen
telah dilaksanakan dalam beberapa kali pemilu.
Ambang batas juga diberlakukan dalam pemilihan kepala
daerah.
Di samping itu, menurut dia, angka presidential threshold
20-25 persen tetap konstitusional.
Hal itu dinilai tak melanggar putusan Mahkamah Konstitusi
(MK) soal pemilu serentak karena merupakan open legal policy.
"Kita memperkuat presidensil agar presiden yang dipilih
nanti kuat. Dia didukung parlemen sejak awal. Jadi ada kehendak agar koalisi
dibangun sejak awal," ucap Anggota Komisi II DPR itu.
Saat ini, lima partai disebut mendukung usulan angka
presidential threshlold 20-25 persen.
Rambe berharap, pada hari voting RUU Pemilu pada 20 Juli
nanti, partai yang mendukung opsi presidential threshold 20-25 persen
bertambah.
"Dalam politik harus ada optimisme. Jangan ada
ragu," kata dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menuduh ada upaya
penjegalan oleh pemerintah terhadap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
untuk maju kembali Pemilu Presiden 2019.
Sebab, Pemerintah bersikukuh tidak ingin mengubah ambang
batas presiden dalam revisi UU Pemilu.
"Menurut saya yang ada sekarang itu pemerintah sedang
berusaha untuk menjegal Pak Prabowo untuk menjadi calon dan ini tidak masuk
akal," ujar Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, threshold dianggap sudah tak relevan karena adanya
putusan mahkamah Konstitusi bahwa pemilu legislatif dan pemilu presiden
selanjutnya digelar serentak.
