Pimpinan DPR Segera Rapat Bahas Penetapan Tersangka Setya Novanto
Senin, 17 Juli 2017
Edit
BACA JUGA:
Gabedo.com - Pimpinan Dewan Perwakilan (DPR) segera menggelar rapat
pimpinan menyusul ditetapkannya Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka
kasus e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami lihat, kami bahas, kita klarifikasi juga berita
ini lalu nanti akan kita rapatkan di pimpinan DPR mungkin besok bagaimana
tentang mekanisme kita di dalam dan juga kita lihat perkembangan," ujar
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin
(17/7/2017).
Fadli menambahkan, agenda DPR RI cukup padat, Selasa (18/7/2017)
besok.
Pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu aturan soal
pimpinan DPR RI dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahum 2014 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (UU MD3). Termasuk soal penunjukan pelaksana tugas.
"Ya nanti kami lihat, pimpinan kan cukup banyak. Kalau
benar Setya novanto tersangka dan mau berkonsterasi hadapi, misalnya
(penunjukan plt) tentu ada mekanismenya," tuturnya.
KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka.
Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan
e-KTP.
"KPK menetapkan saudara SN anggota DPR periode
2009-2014 sebagai tersangka," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK
Jakarta, Senin (17/7/2017).
Menurut Agus, Novanto diduga menguntungkan diri atau orang
lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan
jabatan.
Jaksa KPK sebelumnya meyakini adanya peran Setya Novanto
dalam korupsi proyek e-KTP. Jaksa yakin tindak pidana korupsi yang merugikan
negara Rp 2,3 triliun itu dilakukan bersama-sama Setya Novanto.
Hal itu dijelaskan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan
terhadap dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan
Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (22/6/2017).
"Telah terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang
dilakukan para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu,
Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ujar jaksa KPK Mufti
Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan.
