Yusril Akan Minta Kejelasan 'Legal Standing' HTI ke Hakim MK
Rabu, 26 Juli 2017
Edit
BACA JUGA:
Gabedo.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang perdana
permohonan uji materi Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Rabu
(26/7/2017).
Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia Yusril Ihza Mahendra
selaku pemohon mengatakan, dalam sidang pendahuluan ini, majelis hakim akan
mendengarkan isi permohonan terkait legal standing, argumentasi permohonan dan
petitumnya.
Pada kesempatan ini, hakim akan memberikan saran-saran
kepada pemohon untuk memperbaiki dan menyempurnakan permohonannya.
"Pada kesempatan sidang hari ini saya akan meminta
nasihat hakim panel MK mengenai legal standing HTI setelah dibubarkan oleh
Pemerintah," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya,
Rabu pagi.
Menurut UU MK, kata Yusril, pemohon yang mempunyai legal
standing adalah antara lain badan hukum publik atau privat.
Pada waktu mengajukan permohonan, HTI masih berstatus badan
hukum. Namun, ketika perkara disidangkan, status badan hukum HTI telah dicabut
oleh pemerintah.
"Lantas, apakah sekarang MK masih mempunyai legal
standing untuk meneruskan permohonan ini? Mudah-mudahan masalah ini dapat
dijernihkan dalam sidang pendahuluan ini agar kita tidak membuang-buang
waktu," ucap Yusril.
Sementara dari segi materi permohonan, Yusril berkeyakinan
MK akan sependapat bahwa tidak ada unsur kegentingan yang memaksa yang
melatarbelakangi lahirnya Perppu ormas.
Sedangkan dari segi materinya, kata Yusril, Perppu ini
jelas-jelas bertentangan dengan asas negara hukum dan melanggar HAM.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, ada dua pihak yang
mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Ormas, yakni atas nama Yusril Ihza
Mahendra dengan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 dan Afriady Putra dengan nomor
perkara 38/PUU-XV/2017.
Sidang panel tersebut akan digelar di Ruang Sidang Utama,
pada pukul 10.30 WIB.
"Pemohon menguji secara formil pembentukan Perppu,
apakah memenuhi hal ihwal kegentingan yang mememaksa, seperti telah pula ada
rambu-rambunya dalam putusan MK," kata Fajar saat dihubungi, Rabu.